TETANUS BISA BIKIN MENINGGAL ?

CARI TAHU LEBIH LAGI YUK TENTANG “TETANUS”

Tetanus merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh toksin dari suatu bakteri. Toksin tersebut berasal dari bakteri bernama Clostridium tetani, yang disebut tetanospasmin. Dalam bahasa Yunani, yaitu “Tetanos” yang berarti berkontraksi, penyakit ini menyebabkan kekakuan pada otot akibat neurotoksin yang menghambat pengeluaran neurotransmitter yang menginhibisi sistem saraf pusat.C. tetani merupakan bakteri gram positif bersifat anaerob (tidak membutuhkan oksigen untuk hidup) yang dapat membentuk spora. Organisme ini dapat ditemukan dalam kotoran manusia atau hewan yang mudah mencemari tanah. Spora bakteri ini dapat tetap tidak aktif selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tetapi ketika masuk ke dalam luka, mereka menghasilkan eksotosin tetanospasmin.1,2


Pada negara maju, kejadian kasus tetanus lebih kecil dibandingkan dengan negara berkembang. Hal ini dikarenakan cakupan vaksinasi yang dilakukan sudah lebih baik. Berdasarkan data yang didapat, ditemukan 1 juta kasus per tahun dari seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk  per tahun dan angka kematian 300.000– 500.000 per tahun. Negara berkembang merupakan penyumbang angka tetanus terbanyak dan umum terjadi pada bayi baru lahir maupun orang dewasa akibat dari cakupan vaksinasi yang tidak adekuat.1,2 Di Indonesia sendiri, jumlah kasus tetanus pada bayi baru lahir sebanyak 11 kasus pada tahun 2021 yang meningkat dibandingkan tahun 2020 yang hanya 4 kasus. Sebaran kasus tetanus pada bayi baru lahir tahun 2021 terdapat di 7 provinsi yaitu Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan jumlah kasus tetanus terbanyak pada tahun 2021, yaitu 3 kasus.3

Gambar 1. Distribusi Kasus Tetanus Neonatal per Provinsi Tahun 2020 dan 20213


GIMANA SIH PROSES TERJADI “TETANUS” ?

Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini menghasilkan spora yang memerlukan lingkungan dengan oksigen bertekanan rendah seperti tanah, debu, kotoran hewan atau manusia, dan alat yang berkarat (paku, jarum, kawat berduri, dan lain-lain) untuk berkembang dan menghasilkan toksin.4 Toksin yang dihasilkan ada 2, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin, namun yang paling berperan dalam kasus ini adalah tetanospasmin. Toksin tetanospamin ini akan masuk ke susunan saraf manusia melalui otot menuju persarafan di bagia sumsum tulang belakang dan batang otak. Toksin ini nantinya akan menghambat sinyal antar persarafan di tubuh, sehingga sistem motorik terganggu, berupa kejang kelojotan.1,2  Kejang yang terjadi sangat dahsyat sehingga terjadi robekan pada otot dan patah pada tulang. Toksin tetanolisin bertugas untuk merusak jaringan yang sudah terkena efek dari tetanospasmin tadi.5

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tetanus, antara lain luka terbuka yang terkontaminasi oleh kotoran hewan atau benda berkarat, luka bakar, prosedur operasi atau tindakan yang tidak steril, gigitan serangga, infeksi gigi, dan luka kronis atau tidak kunjung sembuh.6


ADA BERAPA SIH “TETANUS” ITU ? BEDANYA APA YA ?

Secara klinis, tetanus ada 4 jenis :

1. Tetanus General

Tetanus General atau umum merupakan tetanus paling banyak terjadi. Tetanus ini terjadi berawal dari tetanus lokal yang menyebar dalam beberapa hari menjadi seluruh tubuh. Hal pertama yang dialami tetanus umum adalah trismus atau kesulitan untuk membuka mulut akibat kekakuan otot kunyah. Rasa kaku terjadi pada bagian rahang dan leher yang menyebar ke bagian otot lain (wajah, tubuh, dan tungkai). Kekakuan yang terjadi dapat berupa kekakuan pada bagian perut (keras seperti papan), kaki yang terentang kaku, bibir yang mengerucut / mencucu, alis yang terangkat, dan mata yang tertutup. Tetanus ini dapat menyebabkan spasme pada bagian otot pernafasan yang mengakibatkan seseorang menjadi henti nafas ataupun gagal jantung.2

2. Tetanus Lokal

Tetanus ini merupakan jenis yang paling ringan. Gejala awal yang terjadi berupa kekakuan dan nyeri pada otot disekitar luka. Biasanya sering terjadi pada luka di daerah tangan atau kaki. Gejala dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan, namun diharapkan dapat berkurang secara perlahan dan menghilang tanpa meninggalkan gejala sisa.2

 3. Tetanus Sefalik

Tetanus jenis ini adalah tetanus lokal yang sering berkembang menjadi tetanus umum atau general, dan biasanya berakibat fatal. Tetanus terjadi akibat luka yang terdapat pada bagian wajah atau kepala. Otot yang terkena akan menjadi lemah atau lumpuh. Gejala lain adalah kaku pada lidah, kesulitan menelan, atau kehilangan suara.2

 4. Tetanus Neonatal

Tetanus ini terjadi akibat proses melahirkan yang tidak bersih atau berhubungan dengan pemotongan tali pusat si bayi. Gejala ditandai dengan kelemahan dan ketidakmampuan sang bayi untuk menyusu, dan kadang disertai opistotonus (kekauan pada kepala dan punggung yang melengkung kea rah belakang).1


TANDA & GEJALA KALAU TERKENA “TETANUS” DAN KOMPLIKASINYA

Tetanus memiliki masa inkubasi yang bervariasi antar 3 – 21 hari setelah paparan dari infeksi. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Beberapa tanda dan gejala tetanus, antara lain4 :

  • Kram bagian rahang atau ketidakmampuan untuk membuka mulut.
  • Kejang otot tiba-tiba dan terasa menyakitkan.
  • Kesulitan untuk menelan.
  • Sakit kepala.
  • Demam dan berkeringat.
  • Perubahan tekanan darah atau detak jantung yang cepat.

Jika seseorang memiliki gejala diatas dengan riwayat luka terbuka yang terkena benda asing, maka hal tersebut harus segera ditangani ke dokter. Jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan beberapa komplikasi serius, seperti4 :

  • Kesulitan bernapas.
  • Patah tulang.
  • Infeksi paru-paru yang berkembang dari air liur atau muntahan yang secara tidak sengaja masuk ke paru-paru.
  • Spasme pita suara.
  • Sumbatan pada arteri paru-paru akibat bekuan darah yang berpindah dari tempat lain.

Patut diketahui bahwa bisa saja penyakit tetanus mirip dengan gejala penyakit lainnya, sehingga pasien dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes spatula, dimana dokter akan memasukkan spatula ke dalam mulut pasien dan mendorong bagian belakang mulut pasien. Normalnya pasien akan memiliki refleks untuk muntah, namun pada pasien tetanus justru akan menggigit spatula tersebut.5

Beberapa penyakit yang dapat disalahartikan dengan tetanus, antara lain5 :

  • Histeria.
  • Keganasan.
  • Suhu tubuh yang meningkat ekstrim.
  • Infeksi perut akut.
  • Penggunaan obat stimulant.
  • Terkena racun laba-laba “black widow”.


CARA AGAR TERHINDAR DARI “TETANUS”

Pemberian vaksinasi tetanus merupakan cara paling baik untuk mencegah terjadinya tetanus. WHO merekomendasikan untuk menerima 6 dosis, yaitu 3 dosis primer dan 3 dosis booster. Pada anak, vaksin tetanus dapat diberikan bersamaan dengan vaksin difteri dan pertussis, yang biasa dikenal dengan imunisasi DTP (difteri, tetanus, dan pertussis). Imunisasi DTP dapat diberikan pada bayi mulai dari usia 2 bulan, dilanjutkan dengan usia 3 bulan dan 4 bulan. Pada usia 18 bulan dapat diberikan booster DTP yang pertama, kemudian booster kedua usia 5 – 7 tahun (biasanya diberikan pada saat anak sekolah kelas 1 SD dalam program BIAS / Bulan Imunisasi Anak Sekolah). Pemberian booster ketiga saat usia 10 – 18 tahun atau saat anak kelas 5 SD (biasa diikutkan dalam program BIAS). Selanjutnya setiap orang dapat diberikan booster tetanus setiap 10 tahun.7

Ada beberapa macam vaksin tetanus yang beredar, yaitu4 :

  • Vaksin Difteri dan Tetanus (DT).
  • Vaksin difteri, tetanus, dan pertussis (batuk rejan) (DTaP).
  • Vaksin tetanus dan difteri (Td).
  • Vaksin tetanus, difteri, dan pertussis (Tdap).

Gambar 2. Jadwal Imunisasi Anak (IDAI) Tahun 20207

Pada ibu hamil dapat diberikan vaksin tetanus toksoid yang dimulai sejak diketahui hamil. Kemudian diberikan suntikan kedua pada 4 minggu setelah suntikan pertama. Suntikan ketiga dapat diberikan 2 minggu sebelum melahirkan.8

Jika sudah terdapat luka, maka kita harus segera ke uni pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Pengobatan awal yang dapat diberikan adalah HTIG (Human Tetanus Immunoglobulin) untuk menghilangkan toksin tetanospasmin yang ada. Kemudian luka harus segera dibersihkan untuk menghindari terbentuknya spora baru dari bakteri dan diberikan antibiotic yang sesuai. Apabila gejala yang timbul sangat berat, maka perawatan yang diberikan langsung ke ICU, yang biasanya akan diberikan alat bantu untuk pernapasan dan obat anti kejang. Pemberian diet tinggi kalori juga berguna bagi pasien untuk mengkompensasi energi yang dikeluarkan akibat kontraksi otot berlebih dan metabolisme yang tinggi.5


CONTOH KASUS “TETANUS” DI INDONESIA ADA GA SIH ?

Berikut ini terdapat contoh laporan kasus tetanus yang terjadi pada pasien lanjut usia di Bali pada tahun 2019. Terlihat pada kasus ini seseorang yang tidak pernah mendapatkan vaksinasi tetanus selama hidup. Pasien tertusuk oleh kayu, namun tidak didapatkan gejala apapun setelahnya. Pada hari ke-5, pasien baru merasakan gejala-gejala seperti kaku, nyeri pada luka, dan demam. Akibat tidak dilakukan penanganan yang tepat dan cepat, pasien tersebut mengalami perburukan dan meninggal akibat komplikasi yang didapatkan, yaitu kejang pada seluruh tubuhnya.9

Gambar 3. Laporan Kasus Tetanus pada Lansia Tanpa Vaksinasi9

Selain itu, terdapat laporan kasus lain yang terjadi pada pasien dewasa berusia 35 tahun dengan pekerjaan sebagai pemotong logam di suatu pabrik, datang dengan keluhan jempolnya terkena logam ditempatnya bekerja. Pasien ini memiliki riwayat imunisasi lengkap saat kecil, namun setelah itu tidak pernah mendapatkan vaksin booster apapun. Pasien juga memiliki riwayat tertusuk serpihan logam di pabrik 2 minggu yang lalu dan terjadi infeksi yang menimbulkan nanah. Namun pasien tidak datang ke unit pelayanan kesehatan karena merasa beberapa hari kemudian lukanya berangsur membaik. Saat ini pasien hanya diberikan antibiotik minum saja dan dianjurkan untuk datang kembali apabila mengalami perburukan. Beberapa jam kemudian pasien datang kembali karena mengalami demam dan kaku pada jempolnya sehingga tidak bisa menggunakan peralatan makanan. Pasien langsung ditindaklanjuti untuk pembersihan luka di kamar operasi dan diberikan antibiotik infus. Setelah itu pasien diberikan vaksin tetanus toksoid untuk booster tambahan dan mengalami perbaikan gejala dan dapat langsung dipulangkan kembali.10

Gambar 4. Laporan Kasus Tetanus Lokal pada Pasien Dewasa10

Dari kedua kasus diatas, kita harus bisa lebih berhati-hati dan aware terhadap penyakit tetanus yang mungkin dianggap biasa saja, namun dapat mengancam jiwa. Sekecil apapun luka yang didapat, kita harus merawatnya dengan sebaik mungkin dan segera mencari perawatan ke dokter di klinik ataupun pelayanan kesehatan terdekat, sehingga diharapkan tingkat kesembuhan yang didapat juga tinggi. 


DAFTAR PUSTAKA :

  1. Ismanoe, G. (2014). TETANUS. In BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM (6th ed., Ser. 1, pp. 639-642). Jakarta: Interna Publishing.
  2. Ropper, A. H., & Brown, R. H. (2005). DRUGS, TOXINS, AND OTHER CHEMICAL AGENTS. In Adams and Victor's Principles Of Neurology (8th ed., pp. 1030-1031). McGraw-Hill.
  3. Sibuea, F., Hardhana, B., & Widiantini, W. (Eds.). (2022). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2021. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
  4. Tetanus. (2018, May 9). Retrieved November 26, 2022, from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tetanus
  5. Bae, C., & Bourget, D. (2022, January). Tetanus. Retrieved November 27, 2022, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459217/
  6. Tetanus disease (lockjaw). (2022, August 29). Retrieved November 26, 2022, from https://www.cdc.gov/tetanus/index.html
  7. Jadwal Imunisasi Idai 2020. (2020). Retrieved November 26, 2022, from https://www.idai.or.id/tentang-idai/pernyataan-idai/jadwal-imunisasi-idai-2020
  8. Tetanus-diphtheria vaccine (TD). (2022). Retrieved November 26, 2022, from https://medicalguidelines.msf.org/en/viewport/EssDr/english/tetanus-diphtheria-vaccine-td-39849242.html
  9. Tertia, C., Sumada, I. K., & Wiratmi, N. C. (2019). Laporan Kasus: Tetanus tipe general Pada Usia tua tanpa vaksinasi. Callosum Neurology, 2(3), 9-10. doi:10.29342/cnj.v2i3.82
  10. Gulamhussein, M. A., Li, Y., & Guha, A. (2016). Localized Tetanus in an Adult Patient: Case Report. Localized Tetanus in an Adult Patient: Case Report, 6(4), 100-102. doi:10.13107/jocr.2250-0685.592









Komentar

Postingan populer dari blog ini

“WHITE COAT SYNDROME” PEMBUAT RANCU PENYAKIT HIPERTENSI

HATI-HATI ! LEPTOSPIROSIS MENGINTAI SAAT MUSIM HUJAN

DARAH PADA BAGIAN PUTIH MATA, BAHAYA GA SIH ??